ehm... ehm...
tes.. tes..
1.. 2.. 3..
suara di coba...!!!
pengumuman.!
saya juga punya blog lain..
ipan-akuipan.blogspot.com
Hakikat menangis, Rasul SAW juga sebagai tauladan yang mutlak bagi semua umatnya dalam segala segi, termasuk dalam praktek menangis karena Rabbnya.
Beliau terbukti sering menangis baik sedang berada di tempat sepi ataupun di depan orang banyak, baik sewaktu membaca, atau mendengar ayat-ayat al-Qur’an bahkan disebabkan hal lain. Untuk lebih jelas mari kita perhatikan beberapa riwayat di bawah ini:
Menangis sewaktu shalat karena bacaan Al Qur’an
عن ابن عمر قال إخبرينا بأعجب ما رأيته من رسول الله صلى الله عليه وسلم
فبكت وقالت كل أمره كان عجبا أتاني في ليلتي حتى مس جلده جلدي ثم قال
ذريني أتعبد لربي عز وجل قالت فقلت والله إني لأحب قربك وإني أحب أن تعبد
ربك فقام إلى القربة فتوضأ ولم يكثر صب الماء ثم قام يصلى فبكى حتى بل
لحيته ثم سجد فبكى حتى بل الأرض ثم اضطجع على جنبه فبكى حتى إذا أتى بلال
الصبح قالت فقال يا رسول الله ما يبكيك وقد غفر الله لك ما تقدم من ذنبك
وما تأخر فقال ويحك يا بلال وما يمنعني أن أبكي وقد أنزل علي في هذه
الليلة إن في خلق السماوات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولي
الألباب ثم قال ويل لمن قرأها ولم يتفكر فيها.
Dari Ibnu Umar RA (hai Aisyah!) beritahu kami tentang apa yang paling mengagumkan dari yang kamu lihat pada Rasulullah SAW, maka ia menangis dan berkata: Semua tingkah lakunya selalu mengagumkan. Pada suatu malam beliau datang kepadaku hingga bersentuhan kulitnya dengan kulitku, kemudian beliau bersabda: Perkenankan aku menyembah Rabbku Azza wa Jalla, maka aku berkata: demi Allah sungguh aku sangat senang engkau berada di dekatku, dan aku juga segan engkau menyembah Rabbmu.
Maka beliau berdiri untuk mengambil air wudlu dalam gariba, dan beliau tidak banyak menggunakan air, kemudian beliau melakukan shalat maka menangis hingga air matanya membasahi jenggotnya, kemudian sujud maka menangis hingga air matanya membasahi lantai, kemudian beliau berbariang dan terus menangis hingga tiba waktu shubuh terdengar suara Bilal.
Aisyah berkata: Bilal berkata: hai Rasulallah apa yang membuat engakau menangis, padahal Allah telah mengampuni semua dosamu baik yang dahulu ataupun yang akhir. Aduhai Bilal! Bagaimana aku tidak menangis sedangkan pada malam ini telah turun kepadaku inna fii khalqissamawat … Kemudian belliau bersabda: sungguh rugi orang yang membacanya tanpa disertai dengan tafakkur. Dengan hadis di atas maka jelaslah bahwa menangis sewaktu shalat karena membaca al-Quran adalah sunah Rasul yang mesti diikuti ummatnya.
Menangis karena mendengar Al-Qur’an dibacakan
عن عمرو بن مرة قال قال لي النبي صلى الله عليه وسلم اقرأ علي قلت آقرأ
عليك وعليك انزل قال فإني أحب أن أسمعه من غيري فقرأت عليه سورة النساء
حتى بلغت فكيف إذا جئنا من كل أمة بشهيد قال أمسك فإذا عيناه تذرفان
Dari Amr bin Murrah, Rasulullah SAW bersabda: Bacakan kepadaku (Al Qur’an)! Apakah patut aku membacakan kepadamu, padahal kepadamu diturunkannya? Beliau bersabda: Aku ingin mendengar dari yang lain. Maka aku bacakan surat al-Nisa hingga sampai bacaan ku pada ayat كيف إذا جئنا من كل أمة بشهيد beliau bersabda: "tahanlah (berhenti)!"
Ternyata kedua mata mencucurkan air mata. Rasulullah saw tidak saja mudah menangis sewaktu membaca al-Quran, akan tetapi dikala beliau mendengar pun ternyata begitu mudah meneteskan air mata hingga tidak sanggup melanjutkannya.
Menangis karena kondisi lain
Jika ada yang berpandangan bahwa menangis hanya dinilai baik bila sedang sendirian pada waktu sunyi maka sesungguhnya Rasulullah saw suka menangis tidak hanya pada waktu sendirian dan ditempat sunyi. Beliau sebagai hamba yang paling dicintai Allah, ternyata tidak hanya menangis karena membaca al-Qur’an atau mendengarnya di tempat yang sepi pada malam hari akan tetapi beliau terkadang menangis juga di ruang terbuka dan didengar oleh para sahabat, hingga membuat mereka menangis karena terbawa tangisannya.
عن ابن عباس أن النبي صلى الله عليه وسلم لما أقبل من غزوة تبوك واعتمر
فلما هبط من ثنية عسفان أمر أصحابه أن يستندوا إلى العقبة حتى أرجع
إليكم فذهب فنزل على قبر أمه فناجى ربه طويلا ثم إنه بكى فاشتد بكاؤه
وبكى هؤلاء لبكائه وقالوا ما بكى نبي الله صلى الله عليه وسلم بهذا
المكان إلا وقد حدثت في أمته شئ لا يطيقه فلما بكى هؤلاء قام فرجع إليهم
فقال ما يبكيكم قالوا يا نبي الله بكينا لبكائك قلنا لعله حدث في أمتك
شئ لا تطيقه قال لا وقد كان بعضه ولكن نزلت على قبر فدعوت الله أن يأذن
لى في شفاعتها يوم القيامة فأبى الله أن يأذن لي فرحمتها وهي أمي فبكيت
الحديث
Dari Ibnu Abbas RA bahwa Nabi SAW ketika kembali dari perang Tabuk dan melakukan umrah dan ketika sammpai di Asfan beliau menyuruh para sahabat untuk menunggu di Aqabah hingga aku (Rasul) datang kepadamu. Maka beliau pergi dan turun menuju kuburan ibunya, maka bermunajat (merintih) kepada Rabbnya demikian lama, kemudian beliau menangis dan semakin menjadi menangisnya, maka merekapun pada menangis karena tangisannya. Dan mereka berkata: Nabi SAW tidak akan menangis di tempat ini kecuali ada yang menimpa ummatnya yang beliau tidak mampu memikulnya.
Ketika mereka semua menangis beliau berdiri dan kembali menghadap kepada mereka seraya bersabda: mengapa kalian menangis? Meraka berkata: hai Nabiyullah kami menangis karena engkau menangis. Kami berkata: boleh jadi ada sesuatu yang menimpa ummatmu yang engkau sanggup menghadapinya. Beliau bersabda: ya itu diantara penyebabnya, tapi juga karena aku turun menuju kuburan maka aku berdo’a kepada Allah mohon diizinkan untuk membersyafaat kepadanya pada hari kiamat, maka Allah menolaknya maka aku mengasihaninya karena dia adalah ibuku maka aku menangis……(alhadits)
Hadits diatas menjelaskan tentang tangisan Rasul yang terdengar oleh para sahabat yang membuat mereka hanyut dalam kesedihan. Artinya para sahabat menangis karena terpangaruh oleh Rasulullah Saw. Dan pada kondisi lain terjadi sebaliknya, yaitu Rasulullah menangis karena mendengar para sahabat menagis, sebagaimana keterangan Abu Hurairah:
قال أبو هريرة لما نزلت أفمن هذا الحديث تعجبون قال أهل الصفة إنا لله
وإنا إليه راجعون ثم بكوا حتى جرت دموعهم على خدودهم فلما سمع النبي صلى
الله عليه وسلم بكاءهم بكى معهم فبكيت لبكائه فقال النبي صلى الله عليه
وسلم لا يلج النارمن بكى خشية الله ولا يدخل الجنة مصر على معصية الله
ولو لم تذنبوا لذهب الله بكم ولجاء بقوم يذنبون فيغفر لهم ويرحمهم إنه هو
الغفور الرحيم
Abu Hurairah berkata: ketika turun ayat “afamin haadzal hadiitsi ta’jabuun” Ahi Shuffah berkata: “innaa lillah wainnaa ilaihi raji’un”. Kemudian mereka menangis hingga pipi mereka penuh dengan air mata. Ketika Rasulullah mendengar tangisan mereka, beliaupun menangis bersama mereka, maka akupun menangis. Maka Rasulullah SAW bersabda:
"Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah dan tidak akan masuk surga orang terus menerus ma’siat kepada Allah. Sekiranya kamu tidak berdosa pasti Allah akan mewafatkanmu dan Dia akan mendatangkan satu kaum yang berdosa kemudian mengampuni dan menyayangi mereka. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang"
Dua hadits ini menjelaskan bahwa suasana sangat mendukung untuk mencapai kekhusyuan. Dua peristiwa yang sangat mengagumkan. Pertama gambaran bahwa para sahabat mendengar Rasul menangis maka mereka pun menangis padahal mereka belum mengetahui apa yang membuat Rasul menangis. Pada hadis kedua dapat kita saksikan bahwa para sahabat sangat peka dan sensitif dikala mendengar ayat al-Quran.
Mereka merasa bahwa setiap kali ayat diturunkan maka merekalah yang menjadi sasaran utama. Seolah-olah ayat ini menegur mereka hingga mereka merasa sebagai yang terancam dengan siksa. Abu Hurairah menangis terpengaruh oleh tangisan Rasul, dan Rasul menangis ketika mendengar para sahabat menangis sementara sahabat menangis karena menengar ayat dibacakan kepada mereka.
Karena itu muhasabah bersama sangat diperlukan untuk mendidik dan melatih diri kita agar hati kita menjadi lembut. Mudah-mudahan dengan kedua hadits ini, hamba-hamba Allah yang merasa ragu akan keshahihan muhasabah bersama kiranya dapat menjalin hubungan dan meningkatkan ukhuwwah Islamiyah dengan yang biasa melakukan muhasabah bersama.
Karena hal tersebut sudah jelas bermanfaat untuk silaturrahim antar sesama muslimin muslimat, meski latar belakang mereka berbeda namun dapat berkumpul pada waktu yang sama ditempat yang sama untuk membina diri meraih hakikat takwa kepada Allah SWT. Wallahu 'alam.
Kisah Bani Israel adalah kisah yang paling banyak dicantumkan di dalam Al-Qur’an. Tidak ada golongan-golongan lain, yang banyak di sebut di dalam Al-Qur’an, kecuali Bani Israel. Mengapa demikian? Agar seluruh umat manusia, khususnya orang-orang Mukmin dan Muslim, kiranya dapat mengambil ibrah (pelajaran), yang berharga bagi kehidupan mereka.
Bani Israel adalah umat pertama yang menghadapi dakwah Islamiyah dengan permusuhan, tipu muslihat, dan peperangan di Madinah dan seluruh jazirah Arab. Sekarang, bukan hanya di semenanjung Arab, tetapi di seluruh pelosok bumi, di mana ada orang keturunan Bani Israel dan Mukmin, pasti akan terjadi peperangan.
Mereka ini memerangi orang-orang Mukmin sejak hari pertama. Mereka membuat permusuhan yang sangat keras terhadap orang-orang Mukmin. Sampai hari ini. Inilah sebuah realitas. Perang antara para pengikut dan penyembah Allah Azza Wa Jalla melawan kaum Bani Israel dengan seluruh keturunannya.
Mereka yang menumbuh-suburkan kemunafikan dan orang-orang munafik. Jiwa-jiwa nifaq yang berkembang biak dikalangan umat ini merupakan buah karya yang paling agung dari kalangan Bani Israel. Kelompok yang paling berbahaya dan destruktif dalam kehidupan ini, tak lain adalah orang-orang munafik. Pertama kali tumbuh dan lahir golongan munafik adalah di Madinah.
Kaum Bani Israel membantu orang-orang munafik dengan berbagai sarana tipu daya terhadap aqidah kaum Mukmin secara bersama-sama. Mereka tak pernah henti melakukan tipu daya dan permusuhan terhadap orang-orang Mukmin. Sehingga, sering terjadinya kehancuran perpecahan dikalangan orang-orang Mukmin, tak lain berasal dari kaum munafik.
Bani Israel membantu orang-orang munafik dan memprovokasi orang-orang musyrik, memberikan janji-janji kepada mereka, dan berkonspirasi dengan mereka untuk memusuhi orang-orang Mukmin. Ini terjadi sepanjang sejarah kehidupan. Tidak akan pernah berhentik persekongkolan jahat mereka, ketika mereka menghadapi kaum Mukminin. Inilah karakter dasar Bani Israel.
Mereka yang menggerakan perang, rumor, fitnah, intrik, tipu muslihat, dan kekacauan di tengah barisan kaum mukminin. Mereka yang mencekoki orang-orang Mukmin dengan kehidupan materialisme yang menggantikan aqidah dan iman kaum Mukminin. Mereka menjerumuskan orang-orang Mukmin dengan cara-cara yang sangat rendah, terutama yang menjadi kecenderungan fitrah nafsu manusia. Segala kenikmatan dunia dan prenik-prenik yang seakan nampak indah itu, kemudian menjadi alat yang ampuh menggeroroti iman dan aqidah orang-orang Mukmin, yang lemah komitmennya.
Kemudian, tak jarang dan sedikit pula kaum Mukminin, yang sudah menanggalkan aqidah adan iman mereka, lalu bersedia menjadi budak dan kaki tangan Bani Israel untuk menghancurkan Islam dan barisan Islam. Mereka juga menyebarkan subhat, keragu-raguan, penyimpangan-penyimpangan seputar aqidah dan para pemimpin. Semua mereka lakukan dengan sembunyi-sembunyi, sebelum mereka melakukan perang terbuka dan terang-terangan.
Orang-orang munafik yang sudah menjadi bagian dan alat Bani Israel, sangat pandai mereka menyembunyikan identas dan karakter mereka, dan mereka menelusup ke barisan kaum Mukminin, dan mengadu domba, dan membius kaum Mukminin dengan iming-iming harta, jabatan, kekuasaan, dan bahkan wanita. Banyak diantara kaum Mukminin yang tergoda, kemudian mengikuti kehendak dan ajakan Bani Israel, dan mengekor kepada mereka.
Kaum Mukminin harus tahu sejarah mereka, dan siapa yang menjadi musuhnya? Bagaimana karakter mereka? Dan apa hakikat perang yang mereka masuki melawan Bani Israel. “Sesungguhnya Allah tahu bahwa Bani Israel akan menjadi musuh-musuh petunjuk Allah di sepanjang kehidupan".
Golongan Bani Israel inilah yang paling keras menolak petunjuk Allah Rabbul Alamin. Golongan Bani Israel ini yang paling istiqomah menolak beriman dan tunduk kepada Allah. Dengan ajaran Islam yang dibawah Rasul Shallahu alaihi wa sallam, yang akan mengetuk karat-karat hati mereka, dan karena itu mereka menolaknya dengan keras.
Tidak mungkin mengharapkan kaum Bani Israel akan dapat beriman dan mau menerima kebenaran Islam. Karena mereka sejak awal dakwah ini telah melakukan permusuhan yang sangat keras.
Kaum Bani Israel ini, di mana satu sama lainnya bekerjasama dalam hal kebathilan. Mereka tidak mau saling ingat-mengingatkan. Membiarkan rahib-rahib mereka memakan harta dengan cara yang bathil. Para rahib mereka mengharamkan yang dihalalkan oleh Allah, dan sebaliknya mereka menghalalkan yang diharamkan oleh Allah. Inilah mula pertama kehancuran. Mereka menuhankan rahib-rahib mereka, sekalipun para rahib mereka telah berbuat kebathilan dan kesesatan.
Orang-orang Yahudi-Bani Israel menjadikan “Uzayr itu putra Allah’, dan demikian pula kaum musyrik Nasrani mengatakan, “Al-Masih itu putra Allah’. Selanjutnya, seperti dikatakan dalam Al-Qur’an yang sangat jelas-jelas penyimpangan golongan Yahudi :
اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَهًا وَاحِدًا لاَّ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ ﴿٣١﴾
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Suci Allah dari apa yang mereka yang persekutukan”. (QS : at-Taubah : 31)
Demikianlah, gambaran orang-orang Bani Israel dan Yahudi, yang telah menyebabkan kekacauan di muka bumi sampai hari ini. Wallahu’alam.
Bersiap-siaplah menghadapi detik-detik kematan, yang pasti tiba. Setiap kita pasti mati. Setiap kita pasti akan mengalami sekarat. Kita pasti akan menemui kematian itu. Semua orang – baik raja maupun hamba sahaya, atasan maupun bawahan, kaya ataupun miskin – telah merasakannya. Semua bangsa telah merasakan pendihnya kematian.
Amr Ibn Ash, yang dijuluki ‘Urthubun’ (orang yang amat cerdik) karena begitu cerdiknya, tengah mengalami sekarat. Ia tidak bisa menghindar dari kematian. Kematian melumpuhkan daya orang-orang yang amat cerdik, menguras habis tenaga orang-orang kuat, meluluhlantakkan bangunan si kaya.
Saat sakaratul maut menjelang sang tokoh itu, anaknya, Abdullah, yang ahli zuhud dan ahli ibadah, berbisik kepadanya, “Ayah, gambarkanlah kematian itu kepadaku. Tentu ayah orang yang paling jujur dalam menggambarkannya”, ujar Abdullah.
“Anakku “, ucap Amr ibn Ash. “Demi Allah, rasanya gunung-gunung seperti diimpitkan ke atas dadaku. Aku seakan bernapas melalui lubang jarum”, jawab Amr ibn Ash.
Ibnu Rajab menyebutkan bahwa Umar ra, pernah berkata kepada Ka’ab al-Ahbar, “Coba beri aku gambaran tentang kematian”, ujarnya. “Amirul Mukminin, perumpaan kematian itu tidak lain seperti orang yang dipukul dengan ranting kayu bidara atau kayu thalh (pohon akasia) yang berduri. Kematian ranting tersebut ditarik, bersamaan dengan itu setiap pembuluh darah dibadan pun ikut tertarik”, tambahnya.
Allah Ta’ala berfirman :
فَلَوْلَا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ ﴿٨٣﴾
وَأَنتُمْ حِينَئِذٍ تَنظُرُونَ ﴿٨٤﴾
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ وَلَكِن لَّا تُبْصِرُونَ ﴿٨٥﴾
فَلَوْلَا إِن كُنتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ ﴿٨٦﴾
تَرْجِعُونَهَا إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ ﴿٨٧﴾
“Maka kalau begitu mengapa (tidak mencegah) ketika (nyawa) telah sampai dikerongkongan, dan kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu memang tidak dikuasasi (oleh Allah), kamu tidak mengembalikannya (nyawa itu) jika kamu orang yang benar”. (QS : Al-Waqi’ah : 83-87)
Kemudian, Allah Ta'ala :
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ ﴿٢٦﴾
وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ ﴿٢٧﴾
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa, tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal”. (QS : Ar-Rahman : 26-27)
Hasan al-Basri menasihati anak-anak dan murid-muridnya, “Kematian mengeruhkan kehidupan dunia, sehingga tidak menyisakan secuilpun kegembiraan pada mereka yang punya hati”, cetusnya. “Para pembesuk datang menjenguk orang yang sakit, tetapi mati itu dialami oleh orang yang membesuk dan yang dibesuk”, tambahnya.
Kisah riwayat hidup Ar-Rabi’ bin Khaitsam, ahli zuhud dan ahli ibadah, dikisahkan bahwa suatu kali ia jatuh sakit, lalu orang-orang bertanya, “Tidakkah perlu kami panggil dokter?”, tanyanya. Khaitsam menjawab, “Awalnya saya sudah berpikir untuk memanggil seorang dokter, tetapi dokter dan pasiennya sama-sama akan mati”, ucapnya.
Dari Abu Bakar Ash-Siddiq ra, yang shahih dituturkan bahwa ketika ia sedang sekarat, orang-orang berkumpul di dekatnya. “Wahai Khalifah Rasulullah, tidakkah perlu kami penggilkan seroan tabib?”, tanya mereka. “Sudah. Sudah ada tabib yang datang melihat kondisiku”, jawabnya. “Lalu apa katanya”, tanya mereka. Katanya, “Aku berbuat sekehendak-Ku”, jawab Khalifah.
Kemudian,di dalam kitab Washaayal-Ulama Indal-Maut (Wasiat Para Ulama Menjelang Kematian), disebutkan sebuah riwayat dari Abu Darda’ra, saat ia berjuang menghadapi sakaratul maut, “Adakah orang yang beramal untuk persiapan menghadapi kematian yang amat berat ini? Adakah oran gyang beramal untuk persiapan menghadapi sakitnya kematian? Adakah orang yang beramal untuk persiapan di kala ia terbaring tidak berdaya di atas pembaringan seperti ini?”
وَاتَّقُواْ يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ ﴿٢٨١﴾
“Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan)”. (QS : Al-Baqarah : 281)
Sungguh kebanyakan, manusia terlena dan mabuk, mereka tidak menyadari tentang akan datangnya kematian, yang pasti menghampiri mereka. Di mana mereka tidak dapat lagi dari kematian yang akan merenggut nyawanya. Tidak ada satupun manusia yang dapat lari dari kematian yang akan tiba itu.
Fiman-Nya :
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُم حَفَظَةً حَتَّىَ إِذَا جَاء أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لاَ يُفَرِّطُونَ ﴿٦١﴾
ثُمَّ رُدُّواْ إِلَى اللّهِ مَوْلاَهُمُ الْحَقِّ أَلاَ لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ ﴿٦٢﴾
“Dan Dialah penguasa mutlak atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga kematian datang kepada salah seorang diantara kamu, melaikat-malaikat Kami mencabaut nyawanya, dan mereka tidak melalaikan tugasnya. Kemudian mereka (hamba-hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah bahwa segala hukum (pada hari itu) ada pada-Nya. Dan Dialah pembuat perhitungan yang paling tepat”. (QS : Al-An’am : 61-62)
Pemusnah kenikmatan ad alah mati, yang memisahkan kumpulan, merenggut anak-anak. Kematian datang dengan bencana dan petaka, lalu meninggalkan mereka tergeletak dalam kegelapan. Begitulah kematian. Manusia banyak yang melalaikannya. Mereka seakan tak pernah akan menghadapi kematian. Mereka berpesta dengan kehidupannya. saat menjemut maut/al-qalam.
Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah lurus yang ahli ibadah. Imam Ahmad pernah mengatakan, bahwa tidak ada seorangpun tabi’in yang ucapannya bisa dijadikan hujjah, selain Umar bin Abdul Aziz. Ketika ajalnya sudah mendekat, dia meminta isterinya, Fatimah, “Keluarlah dari kamar ini, sebab aku melihat beberapa makhluk yang bukan bangsa manusia dan bukan pula bangsa jin, yakni malaikat”, lirihnya.
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ ﴿٣٠﴾
نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ ﴿٣١﴾
نُزُلًا مِّنْ غَفُورٍ رَّحِيمٍ ﴿٣٢﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), ‘Janganlah kmau merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati, dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu. Kamilah pelindung-pelindung dalam kehidupan dunia dan akhirat, didalamnya (surga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta. Sebagai penghormatan (bagimu) dari Allah Yang Maha Pengampun, Maha Penyang”. (QS : Fushilat : 30-32)
Lalu, Umar bin Abdul Aziz bersuara sangat lirih, “Ya Allah. Teguhkanlah kami dengan kalimat yang teguh, ketika arwah kami menyesakkan kami dan penderitaan kami amat berat, sehingga tidak ada tempat lari dan berlindung kecuali kepda-Mu”, ucapnya.
يُثَبِّتُ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللّهُ مَا يَشَاء ﴿٢٧﴾
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki”. (QS : Ibrahim : 27)
Banyak orang yang ajalnya datang ketika maksiat mereka menggunung. Entah karena pembunuhan, zina, khamar, riba, nyanyian , tidak shalat lima waktu berjamaah, ataupun tidak peduli pada risalah Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam.
Laa ilaaha illallah, betapa lalainya mereka itu!
Sehabis ditangkap, Sa’id bin Jubair dibawa menghadap Al-Hajjaj.
“Siapa namamu?”, tanya Hajjaj mencomooh.
“Sa’id bin Jubair”, sahutnya.
“Bukan. Nama kamu adalah si Sial (Syaqi) bin Kusair”.
“Ibuku lebih tahu namaku daripada engkau”, jawabnya.
“Celaka kamu .. celaka pula ibumu”, balas Hajjaj, sambil melanjtukan.
“Demi Allah. Kamu akan saya masukkan ke dalam api yang menyala-nyala”, teriak Hajjaj
“Kalau aku tahu kamu sanggup melakukannya, pasti engkau sudah aku jadikan tuhan”, sergah Sa’id.
“Bawa sini harta kekayaan”, datangkanlah emas perak, cetus Hajjaj.
“Hajjaj”, kata Sa’id, “Sekiranya kekayaan ini engkau kumpulkan untuk menyelamatkan dirimu dari azab yang pedih, alangkah bagusnya. Tapi, bila engkau melakukan itu untuk riya dan ingin disebut orang, demi Allah tidak akan ada gunanya disisi Allah sedikitpun”, tegas Sa’id.
“Bawa ke sini budak perempuan yang bisa menyanyi”, perintah Hajjaj.
Lalu, Sa’id menangis.
“Apakah lagunya enak”, tanya Hajjaj.
“Demi Allah. Bukan. Aku menangis lantaran ada budak yang diperkerjakan untuk sesuatu yang b ukan untuk itu ia diciptakan, dan lantaran kayu yang dijadikan alat musik untuk digunakan bermaksiat kepda Allah”, cetus Sa’id.
Sa’id membacakan firman-Nya :
“Kemanapun kamu menghadap disanalah wajah Allah”. (QS : 115)
“Banting ke tanah!”, teriak Hajjaj penuh amarah.
Tetapi, Sa’id menjawab, “Darinya (tanah) itulah Kami menciptakan kamu dan kepadanyalah Kami akan megnembalikan kamu dan dari sanalah Kami akan mengeluarkan kamu pda waktu yang lain”. (QS : Thaha :55)
“Demi Allah. Sahya akan membunuh kamu dengan cara yang tidak eprnah digunakan orang”, kata Hajjaj.
“Hajjaj. Engkau boleh pilih cara sesukamu. Demi Allah, cara apapun yang engkau pilihl membunuhku, niscaya Allah juga akan membunuhmu dengan cara seperti itu”, cetus Sa’id.
Sebelum dibunuh, Sa’id berdo’a.
“Ya Allah. Jangan biarkan dia menindas siapapun setelah aku mati”, ucap Sa’id dengan lirih.
Kemudian, kepala Sa’id pun dipenggal oleh Hajjaj. Hanya beberapa bulan kemudian, Hajjaj meronta-ronta, karena sakit sampai Allah membinasakannya.
Tentu, hendaknya kita selalu mengingat kematian, yang akan datang setiap saat. Terkadang kita lalai dan lupa akan kematian, lupa peristiwa sesudah mati. Karena kita terperosok ke dalam maksiat, nafsu syahwat, syubhat, yang membuat Allah menjadi marah.
Diriwayatkan dari Maimun bin Mahram, ahli zuhud yang ahli ibadah dan alim, bahwa ia menggali sebuah lubang kubur di dalam rumahnya. Setiap malam ia masuk ke dalam kubur itu sambil menangis dan membaca al-Qur’an. Lalu, ia keluar lagi dan berujar kepada diri sendiri. ”Maimun sekarang engkau telah kembali ke dunia, kerjakanlah amal shaleh”, bisiknya dalam hati.
Mengingat mati bisa dilakukan dengan berziarah kubur. Seiring dengan berkembangnya peradaban, perkembangan budaya, berbagai macam godaan syahwat, ragam makanan yang lezat, corak pakaian dan barang-barang perabot, maka ziarah kubur jarang-jarang dilakukan. Akibatnya, kamatian pun dilupakan.
Ziarah kubur, mengucapkan salam kepada para penghuni makam, dan mendoakan mereka. Merenungi bagaimana pemusnah kenikmatan merenggut mereka, memasukkan mereka ke dalam liang yang gelap. Menarik mereka keluar dari rumah, gedung dan istana. Dahulu mereka makan minum, berfoya-foya, tertawa-tawa, mengendarai mobil mewah, menduduki jabatan tinggi, membangun gedung-gedung pencakar langit, dikawal tentara, dikerumuni banyak orang, bendera berkibar diatas kepala mereka, tetapi akhirnya semua direnggut dari tangan mereka, dan mereka dikuburkan ke dalam lubang-lubang yang sempti.
Dalam shahih Bukhari, Ibnu Umar ra, berkata Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam menarik pundakku, “Di dunia ini jadilah engkau seperti orang yang asing atau musafir”. Hanya orang-orang yang segera bertobat yang bersiap-siap menghadapi kematian.
Sa’id Ibnu Musayyib, ketika sekarat berujar, “Alhamdulillah. Selama empat puluh tahun, saya selalu berada di masjid Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, ketika muazin mengumandang azan”, ucapnya. Wallahu’alam.
Islam tidak akan dapat tegak, kecuali dengan perjuangan para penganutnya. Islam tidak akan tertanam, kecuali dengan siraman darah. Oleh karena itu, guru kita, Nabi Muhammad Shallahu alaihi wa salam, gagah berani – dalam semua arti yang dikandung kata – ‘berani’. Para sahabat beliau juga orang-orang yang pemberani. Abu Bakar seorang siddiq, Umar terbunuh, Utsman juga tewas, Ali mandi darah. Delapan puluh persen sahabat beliau terbunuh.
Sehari sebelum perang Uhud, Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam bersabda diatas mimbar :
“Demi Allah yang menggenggam jiwaku, setiap orang yang terbunuh di jalan Allah pasti datang pada hari Kiamat seperti keadaannya ketika terbunuh didunia. Warnanya warna darah, tapi baunya bau minyak kesturi”.
Dalam hadist lainnya Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah berfirman kepada para syuhada pada hari Kiamat. Siapa yang membunuh kalian?” Mereka menjawab, “Musuh-musuh-Mu”. Dia berfirman lagi, “Mengapa kalian dibunuh?” Mereka menjawab,”Kami terbunuh karena perjuangan di jalan-Mu. ‘Dia berfirman, “Aku telah mengampuni kalian”.
Kita perlu menengok perang Uhud agar kita bisa melihat, bagaimana para leluhur kita dahulu, bagaimana keadaan kita sekarang, an apa yang kita berikan kepada Islam?
Mana para syuhada hari ini?
Mana para pahlawan Islam hari ini?
Mana peran kita dalam menyebarkan Islam hari ini?
Mana darah? Mana harta? Mana waktu? Mana pengorbanan?
Semuanya kosong.
Sehari sebelum pecah perang Uhud, Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam bermusyawarah dengan para sahab at. Beliau mengumumkan hendak memerangi Abu Sufyan dan kaum musyrikin. Beliau bertanya kepada para sahabat, “Bagaimana pendapat kalian?Apakah kita memerangi mereka di lorong-lorong kota atau kita cegat mereka di gunung Uhud”.
Orang-orang tua menjawab, “Wahai Rasulullah, lebih baik kia tetap di tempat, bertahan di lorong-lorong dan rumah-rumah kita. Kalau mereka malsuk kota.klta perangi mereka”. Beliau pun setuju. Tetapi, baru selesai ucapan itu, para sahabat yang berusia muda, yan g berjumlah delapan puluh orang, keluar, lalu menghunus pedang dan memasang besi pelindung di kepala. Kemudian mereka melantunkan nasyid di luar masjjid dengan suara lantang.”Kami adalah orang-orang yang membaiat Muhammad untuk berjihad selamakami hidup”, tandas mereka.
Kemudian, seorang pemuda yang berusia sekitar dua puluh tahun berkata nyaring,”Wahai Rasulullah, pimpinlah kami ke Uhud. Jangan halangi kami masuk surga! Demi Allah, saya pasti masuk surga”. Mendengar gelora penuh semangat itu, Rasulullah bangkit. Setiap bulu di tubuh beliau berdiri. Setiap tetes darah beilaiu bergejolak. Beliau lalu berdiri. Beliau mengumumkan bahwa pintu-pintu surga telah dibuka dan Allah telah menempatkan diri kepada hamba-hamba-Nya . “Dengan apa kamu masuk surga?”, tanya beliau kepada para pemuda itu?
Para pemuda itu menjawab, “Dengan dua h al. Pertama, saya mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan saya tidak lari dari medan pertempuran”. Kemudian air mata Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam mengalir. Dengan mengangkat kedua tangan beliau bersabda, “Kalau kamu jujur kepada Allah, Dia pasti akan membalas kejujuranmu”.
Allah berfirman :
“Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik”. (QS : al-Ankanbut : 69)
Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, tak lama, berangkat menuju medan perang. Beberapa saat sebelum perang berkecamuk, beliau mencabut pedangnya dan bertanya, “Siapa yang ma memegang pedang ini?”. “Kami semua ingin memegangnya”, jawab para sahabat. Abu Dujanah bertanya, “Apa hak pedang ini, wahai Rasulullah?”, tanyanya. “Haknya adalah menebaskannya kepada kaum kafir hingga ia bengkok”, tegas Rasulullah.
Pernah anda mendengar ada pedang yang bengkok, karena digunakan membunuh musuh? Ya, ada .. dengan telapak tangan sahabat-sahabat Muhammad Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam. Kemudian Abu Dujanah mengambil pedang itu, sambi bersyair.
“Akulah yuang berjanlji kepada kekasihku,
Tatkala kami befrada di gunung diantara rumpun kurma ..
Untuk selamanya tidak berdiri di barisan belakang
Aku membunuh dengan pedang Allah dan Rasul ..”
Kemudian Abu Dujanah menggunakan pedang untuk berperang dan membunuh orang-orang kafir, hingga pedang itu bengkok. Lalu, dia mengembalikan pedang bengkok kepada Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam. Para pahlawan lahir bermunculan.
intu-pintu surga dibuka. Para malaikat ikut meramaikan pertempuran. Pintu-pintu langit dibuka, menurunkan tentara yang dikomandani Jibril as. Dan turun diatas gunung Uhud.
Agama ini lenyap dari muka bumi atau kebenaran ini yang menang.
Tentu, kemenangan islam yang akan datang. Tak akan berhasil mereka yang menodai dan menggunakan agama hanya untuk mendapatkan kenikmatan sesaat dengan melakukan kerjasama dengan musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya. Wallahu’alam.
Setelah berhasil mendirikan masjid pertama di Kutub Utara, Muslim Kanada mengungkapkan kebahagiaan mereka karena berhasil menambahhkan menara di masjid berwarna kuning yang berlokasi di kota Winnipeg, Inuvik itu.
"Inilah menari masjid yang dibangun di Kutub Utara. Menara itu sangat indah ketika kami menyalakan lampu-lampunya di tengah kegelapan," kata Amier Suliman, anggota komite masjid dengan bangga, Kamis (28/10).
Menara itu menjulang dengan tinggi sekitar 10 meter, menambah kemegahan masjid yang dibuat dari bahan-bahan fabrikasi itu. Komunitas Muslim di Inuvik--kota yang berjarak 200 kilo meter dari Kutub Utara--sudah lama menginginkan sebuah tempat yang memadai untuk menjalankan peribadahan mereka. Tapi impian itu sempat lama tertunda karena harga bahan bangunan dan ongkos tukang bangunan yang sangat mahal.
Sampai akhirnya sebuah perusahaan pemasok bahan bangunan di Manitoba mengatakan bahwa mereka bisa membuat struktur masjid itu di pabriknya, dan setelah bangunan masjid jadi, ditarik dengan kapal ke Inuvik. Perusahaan itu hanya mengenakan biaya setengah dari harga yang seharusnya dibayar.
Setelah melalui proses dan perjalanan panjang melewati daratang dan sungai di sepanjang wilayah Barat Kanada, masjid kecil berukuran 140 meter per segi yang terbuat dari bahan kayu itu akhirnya sampai di Inuvik pada bulan Agustus kemarin. Di kota itu komunitas Muslim berkembang pesat dan jumlahnya bertambah banyak, yang membuat mereka merasa perlu memiiki sebuah masjid. Komunitas Muslim di Inuvik yang berpenduduk sekitar 4.000 jiwa itu, kebanyakan berasal dari Sudan, Lebanon dan Mesir.
Penambahan menara masjid disambut gembira oleh komunitas Musim di Inuvik. "Sebagian orang akan mengatakan ini adalah sebuah garis depan baru bagi Islam. Tapi bagi kami, yang terpenting adalah kaum Muslimin di sini yang biasanya melaksanakan salat Jumat di sebuah gereja Katolik, sekarang sudah punya tempat yang layak untuk beribadah, lengkap dengan menaranya," tandas Suliman.